
Nama: Nadia Wahyuningsih
NIM : 195090100111016
Kelas: Biologi A
Solanum tuberosum L.
a. Morfologi
Tumbuhan
kentang memiliki nama local kentang (Jawa),
gantang (Aceh), sie (Irian Jaya), kapune walanda (Sulawesi Utara), alatape (Gorontalo), dan memiliki nama ilmiah
Solanum
tuberosum L. (Pitojo, 2004). Tumbuhan kentang memiliki beberapa ciri morfologi, yaitu
sebagai tumbuhan dengan habitus herba, tanaman kentang merupakan tanaman
semusim atau annual yang berbentuk rumput atau bertipe semak. Kentang dapat
ditanam lebih optimal di daerah dataran tinggi atau pegunungan yang memiliki
ketinggial lebih dari 700 m dpl (Utami dkk., 2015). Selain itu, tinggi tanaman
ini sangat bervariasi dan dapat tumbuh hingga mencapat 100 cm atau sekitar 40
inci (Kesaulya dkk. 2015).
Tanaman
kentang memiliki akar yang berada di bagian atas tanah dan berkaitan dengan
banyak partikel tanah sehingga dapat memperkokoh kentang agar dapat berdiri
tegak. Fungsi dari system akar pada tanaman kentang adalah untuk menyerap air
dan zat-zat hara dari dalam tanah. System perakaran yang dimiliki oleh kentang
tidak dapat masuk secara dalam ke dalam tanah tersebut sehingga tingkat
kesuburan tanah pada bagian atas sangat berpengaruh dan menentukan perkembangan
perakaran dan perkembangan tanaman kentang tersebut. Tumbuhan kentang yang
berasal dari biji memiliki system akar tunggang yang berasal dari radikula yang
dapat tumbuh ke bawah dan dapat mencapai kedalaman hingga 45 cm. Akar serabut
dapat tumbuh dari akar tunggang yang telah tumbuh sebelumnya. Selain itu,
stolon dapat tumbuh dari bagian ketiak keeping biji setelah batang tanaman
kentang tumbuh hingga beberapa sentimeter. Stolon tumbuh di dalam tanah, arah
tumbuhnya mendatar ke samping, dan dapat membentuk umbi yang berukuran kecil di
bagian ujung. Tumbuhan kentang yang berasal dari umbi dapat memiliki jenis akar
serabut yang kecil dan berwarna putih (Pitojo, 2004).
Kentang
memiliki bagian batang di atas permukaan tanah, berwarna hijau, kemerahan, atau
ungu tua. Warna dari batang kentang tersebut dipengaruhi oleh usia tanaman,
kondisi lingkungan, kesuburan tanah, dan persediaan air di dalam tanah. Tanaman
kentang memiliki bagian batang yang bersudut, bersayap, berongga, dan tidak
berkayu, kecuali pada bagian bawah yang tua. Bagian batang pada tanaman kentang
tidak cukup kuat dalam menahan terpaan angin; tumbuh ke atas, tegak, menyebar,
atau menjalar. Tumbuhan kentang yang berasal dari biji memiliki satu batang
utama, sedangkan tanaman yang berasal dari umbi dapat memiliki lebih dari satu
batang utama. Ukuran batang yang berasal dari tanaman biji lebih kecil
dibandingkan dengan batang tanaman yang berasal dari umbi (Pitojo, 2004).
Tumbuhan
kentang juga memiliki tipe daun yang majemuk dan menempel di satu tangkai atau
rachis. Jumlah helai daun pada umumnya ganjil, berhadapan, dan memiliki
pasangan daun kecil atau daun sela. Selain itu, bagian pangkal daun majemuk
memiliki sepasang daun kecil atau daun penumpu yang disebut juga sebagai
stipula. Daun tanaman kentang memiliki tangkai lembar daun atau petioles yang
sangat pendek dan terlihat seperti duduk. Warna daun ini adalah hijau muda
sampai hijau gelap dan pada permukaan atas tertutupi oleh rambut halus
(Sunaryono, 2007).
Kentang
memiliki bunga yang bentuknya seperti terompet dan berada di bagian ujung cabang.
Selain itu, bagian kelopak bunga berwarna hijau dan memiliki 5 helai. Bagian
mahkota lebar dan bercangap lima, berwarna putih atau ungu. Bunga tersebut
memiliki warna yang berkorelasi dengan warna batang dan kulit umbi. Bunga
kentang termasuk bunga sempurna atau hermaphrodit atau berumah satu (monoecus)
yang memiliki organ jantan dan organ betina. Organ jantan pada bunga yang
dimiliki oleh kentang adalah stamen atau androecium, sedangkan organ betina
adalah kepala putik (stigma), tangkai putik (stylus), dan bakal buah (ovarium)
yang disebut sebagai pistillum atau gynoecium. Jumlah benang sari 5 buah dengan
tepung sari yang terdapat dalam kantong (anther) yang bulat dan panjang. Anther
tersebut memiliki 2 ruang yang disebut sebagai locus, tangkainya pendek dan
melekat di bagian dasar bakal buah. Posisi dari benang sari secara umum lebih
rendah dibandingkan putik. Bunga pada kentang memiliki tepung sari yang kering
sehingga mudah terhambur keluar jika telah matang. Selain itu, putik lebih
cepat matang atau reseptif dibandingkan tepung sari (Sunaryono, 2007).
Tanaman
ini memiliki buah yang berada di dalam tandan, bentuknya bulat, memiliki ukuran
seperti kelereng, ketika muda berwarna hijau, dan ketika sudah dewasa menjadi
hitam. Setiap buah berisi lebih dari 500 biji yang berwarna putih kekuningan.
Tumbuhan kentang ini akan mati jika telah berbunga dan berbuah (Sunaryono, 2007).
Bakal buah akan membesar dan berkembang menjadi buah setelah terjadi
penyerbukan. Buah memiliki diameter 2,5 cm dan matang setelah 6-8 minggu
setelah penyerbukan (Pitojo, 2004).
Kentang
juga memiliki biji yang berukuran kecil dengan diameter 0,5 mm dan lebih kecil
jika dibandingkan dengan biji tomat, biji terung, atau biji paprika. Biji pada
kentang mengalami dormansi sekitar enam bulan, namun dapat dipatahkan dengan
perendaman dalam larutan asam giberelat 2000 ppm selama 24 jam. Selain itu,
kemampuan biji untuk berkecambah dapat menurun setelah 8-12 bulan jika disimpan
dalam suhu kamar (Pitojo, 2004).
Tumbuhan kentang merupakan tanaman dengan jenis umbi batang yang terbentuk dari pembesaran ujung stolon; mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Kandungan air adalah 80% dan merupakan komposisi terbesar. Varietas dari kentang memengaruhi bentuk umbi, mata tunas, warna kulit, dan warna daging umbi. Umbi kentang berbentuk bulat lonjong, meruncing, dan ukurannya bervariasi. Umbi kentang muda dilapisi oleh epidermis 1 cm dan menghasilkan periderm sehingga umbi kentang yang tua memiliki enam lapis periderm. Kulit umbi sangat tipis, berwrna putih hingga keunguan. Selain itu, daging pada umbi kentang berwarna putih, kuning, atau kemerahan. Bagian mata tunas tersusun secara spiral di bagian luar dan di dekat kulit umbi. Mata tunas tertua berada di pangkal umbi dan jumlah mata tunas adalah sekitar 2-14 buah. Umbi kentang secara umum mengalami masa dormansi sekitar 3-4 bulan (Pitojo, 2004).
Tumbuhan kentang merupakan tanaman dengan jenis umbi batang yang terbentuk dari pembesaran ujung stolon; mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Kandungan air adalah 80% dan merupakan komposisi terbesar. Varietas dari kentang memengaruhi bentuk umbi, mata tunas, warna kulit, dan warna daging umbi. Umbi kentang berbentuk bulat lonjong, meruncing, dan ukurannya bervariasi. Umbi kentang muda dilapisi oleh epidermis 1 cm dan menghasilkan periderm sehingga umbi kentang yang tua memiliki enam lapis periderm. Kulit umbi sangat tipis, berwrna putih hingga keunguan. Selain itu, daging pada umbi kentang berwarna putih, kuning, atau kemerahan. Bagian mata tunas tersusun secara spiral di bagian luar dan di dekat kulit umbi. Mata tunas tertua berada di pangkal umbi dan jumlah mata tunas adalah sekitar 2-14 buah. Umbi kentang secara umum mengalami masa dormansi sekitar 3-4 bulan (Pitojo, 2004).
(Nurchayati
dkk., 2019), (Samadi, 2007), dan (Zuno-Floriano dkk., 2012)
Gambar 1. Kentang (Solanum tuberosum) (a)
habitus, (b) akar, (c) umbi, (d) daging umbi, (e) batang, (f) daun., (g) bunga,
(h) buah.
b. Habitat dan Distribusi
Tanaman
kentang memiliki habitat yang sangat luas di tempat terrestrial, tropis, dan
subtropics. Kentang dapat tumbuh pada ketinggian 0 m dpl hingga lebih dari 1600
m dpl dan di daerah kering hingga daerah yang basah atau lembap dengan curah
hujan yang rendah-tinggi, dan di berbagai jenis tanah. Jenis kentang liar dapat
ditemukan di padang rumput, hutan campuran, hutan terbuka, pinggir hutan,
kebun, pinggir sungai, lading, dan lahan marginal. Kentang tumbuh secara
optimal dengan dukungan air yang cukup dan suhu yang stabil. Kondisi yang
ekstrim, seperti kekeringan dan suhu rendah dapat menghambat perbungaan.
Kentang memiliki pusat keanekaragaman di Amerika Tengah dan Amerika Selatan
(Hariri&Irsyam, 2018). Kentang juga tersebar di Spanyol, yaitu di
pegunungan Andalusia. Selain itu, kentang juga tersebar di Portugal, Italia,
Austria, Jerman, Swiss, Prancis, Inggris, Rusia, Skotlandia, Irlandia,
Norwegia, Swedia, dan Denmark. Tanaman ini tersebar di Asia, seperti di Jepang
lalu di Indonesia, yaitu di Lembang, Cisarua, Pacet, Sindanglaya, Pangalengan,
Cikajang, Garut, Maja, Majalengka, Pegunungan Dieng, Pegunungan Tengger, dan
Pujon. Tumbuhan ini secara luas dibudidayakan di Tanah Kro, Padang, Jambi,
Bengkulu, Sumatra Selatan, Makassar, Bali, dan Flores (Pitojo, 2004).
Kentang
adalah tanaman yang berasal dari benua Eropa. Tanaman ini memiliki pusat
keanekaragaman genetic yang juga merupakan sumber aslinya, yaitu Amerika Latin,
yaitu Pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Selain itu, kentang dapat ditemukan
di Argentina dan Meksiko. Distribusi kentang menyebar secara luas dan merata
dan hamper dibudidayakan di setiap Negara, kentang juga dibudidayakan di
Spanyol, Inggris, Asia, dan Afrika. Tanaman ini telah dibudidayakan di
Indonesia, yaitu di Cimahi, Bandung. Selain itu, kentang juga dibudidayakan di
Cibodas, Sumberberantas, Wonosobo, Karo, dan Flores. Saat ini, kentang telah
menyebar secara luas di dataran tinggi Indonesia (Sunaryono, 2007). Tumbuhan
ini dapat tumbuh di Indonesia, tetapi tidak dapat dibudidayakan di Singapura
karena membutuhkan tempat yang sejuk dan lembap
c. Kegunaan/Peran
Tanaman
kentang memiliki kegunaan atau peran yang penting karena kentang merupakan
salah satu jenis makanan pokok dan komoditas hortikultura kelompok sayuran yang
menghasilkan karbohidrat dan dikonsumsi oleh banyak orang di beberapa Negara.
Tingkat konsumsi kentang di Irlandia adalah 141 kg/kapita, di Inggris 109 109
kg/kapita, dan di Indonesia kurang dari 5 kg/kapita (Pitojo, 2004). Selain itu,
kentang juga memiliki kandungan mineral natrium dan alkalin yang tinggi.
Tanaman ini dapat meningkatkan tingkat pH pada tubuh yang terlalu asam,
memperbaiki kerja hati, dan dapat membantu membuat jaringan pada hati sehingga
lebih elastis, melenturkan otot, dan memenuhi kebutuhan mineral di dalam tubuh.
Tanaman ini dapat diolah menjadi sup dan dapat membantu mengobati asam urat,
ginjal, dan lambung (Adi, 2007)
d. Klasifikasi
Klasifikasi dari kentang atau Solanum tuberosum L. adalah (Pitojo, 2004)
Kingdom :
Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Sub-divisi :
Angiospermae
Kelas :
Dicotyledonae
Ordo :
Tubiflorae
Famili :
Solanaceae
Genus :
Solanum
Sub-genus:
Pachystemonum
Spesies : Solanum tuberosum L.
e. Referensi
Adi, L. T. 2007. Terapi
Herbal Berdasarkan Golongan Darah. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Hariri, M. R&A. S.
D. Irsyam. 2018. Catatan Tentang Solanum
diphyllum L. (Solanaceae) Ternaturalisasi
di Pulau Jawa. AL-KAUNIYAH Journal of Biology 11(1): 25-32.
Kesaulya, H.,
Baharuddin, B. Zakaria&S. A. Syaiful. 2015. Morphological Characteristic of
Potato (Solanum tuberosum L.) Variety
Hartapel Origin South Buru-Molucas. International Journal of Current Research
in Bioscience and Plant Biology 2(2): 15-21.
Nurchayati, Y., N.
Setiari, N. K. Dewi,&F. S. Meinaswati. 2019. Karakterisasi morfologi dan
fisiologi dari tiga varietas kentang (Solanum
tuberosum L.) di Kabupaten Magelang Jawa Tengah. NICHE Journal of Tropical
Biology 2(2): 38-45.
Pitojo,
S. 2004. Penangkaran Benih Kentang. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Samadi, S. 2007.
Kentang dan Analisis Usaha Tani. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sunaryono, H. H. 2007.
Petunjuk Praktis Budidaya Kentang. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Utami, G. R., M. S.
Rahayu&A. Setiawan. 2015. Penanganan Budidaya Kentang (Solanum tuberosum L.) di Bandung, Jawa Barat. Buletin Agrohorti
3(1): 105-109.
Zuno-Floriano, F. G., M. G. Miller, M. L. Aldana-Madrid, M. J. Hengel, N. W. Gaikwad, V. Tolstikov&A. G. Contreras-Cortes. 2012. Effects of Acinetobacter sp on Metalaxyl Degradation and Metabolite Profile of Potato Seedlings (Solanum tuberosum L.) Alpha Variety PLOS ONE 7(2):e31221. https://doi.org/10.1371/journal.pone 0031221.
Zuno-Floriano, F. G., M. G. Miller, M. L. Aldana-Madrid, M. J. Hengel, N. W. Gaikwad, V. Tolstikov&A. G. Contreras-Cortes. 2012. Effects of Acinetobacter sp on Metalaxyl Degradation and Metabolite Profile of Potato Seedlings (Solanum tuberosum L.) Alpha Variety PLOS ONE 7(2):e31221. https://doi.org/10.1371/journal.pone 0031221.
Phalaenopsis amabilis (L.) Blume
a. Morfologi
Tumbuhan
anggrek bulan memiliki nama local anggrek menur (Jawa Barat), anggrek wulan
(Bali), anggrek terbang (Maluku), dan nama yang paling umum adalah anggrek
bulan. Bunga anggrek bulan ini termasuk ke dalam jenis tumbuhan dengan lama
hidup perennial dan memiliki tinggi yang sangat bervariasi hingga mencapai 0,3
meter. Susunan anggrek bulan terdiri dari akar, batang, daun, bunga, buah, dan
biji. Akar anggrek bulan terdiri atas dua jenis, yaitu akar lekat dan akar
udara. Akar lekat memiliki fungsi untuk melekat dan menahan tanaman agar
senantiasa berada di posisinya. Akar udara berfungsi untuk proses pertumbuhan
dan perkembangan tanaman karena akar ini dapat menyerap unsur hara (Rukmana, 2000).
Selain itu, akar anggrek bulan cukup lunak, berlendir, dan sedikit lengket.
Akar anggrek bulan meruncing di bagian ujungnya dan untuk anggrek monopodial
memiliki akar aerial nerwarna hijau. Fungsi dari akar ini adalah untuk menyerap
air dari udara (Wagiman&Sitanggang, 2007). Akar tanaman anggrek bulan
menempel pada batang atau tanaman lain dan mengikuti bentuk permukaan batang
tempat ia menempel. Akar tanaman ini hamper tidak memiliki rambut di
permukaannya (Iswanto, 2005)
Tumbuhan
anggrek bulan memiliki batang yang sangat pendek dan terkadang tidak terlihat
karena tertutupi oleh pelepah daun. Batang dari anggrek bulan memiliki tipe batang
simpodial yang pada bagian ujung batangnya tumbuh ke satu arah saja, yaitu ke
atas dan secara terbatas (Rukmana, 2000). Selain itu, pertumbuhan dari batang
anggrek bulan tidak terlihat. Anggrek ini tidak menghasilkan umbi semu seperti
pada anggrek lainnya. Selain itu, anggrek ini memiliki akar-akar udara di
sepanjang batangnya yang berfungsi untuk mencari makanan sambil merekatkan
dirinya pada benda-benda di sekitar sehingga batang tersebut tetap tegak
(Iswanto, 2005).
Anggrek
memiliki daun yang bebentuk memanjang dan memiliki panjang 20 cm hingga 30 cm
dengan lebar 3 cm hingga 12 cm. Selain itu, daun tanaman anggrek bulan memiliki
daging yang tebal dan warna daunnya berwarna hijau gelap hingga hijau muda
(Rukmana, 2000). Selain itu, daun anggrek memiliki letak tumbuh yang saling
berhadapan atau berpasangan dan tersusun di buku batang (Wagiman&Sitanggang,
2007). Bunga anggrek bulan memiliki daun berjumlah 2 sampai 7 helai, berbentuk
elips yang memanjang dengan bagian ujungnya melebar. Daun tanaman ini memiliki
tekstur yang halus pada bagian permukaannya, tebal, dan berwarna hijau tua di
bagian permukaan atas (Iswanto, 2005)
Tumbuhan
anggrek bulan memiliki tipe pertumbuhan bunga pleurente yang artinya karangan
bunganya atau inflorescentia tumbuh dari bagian pangkal atau samping batang.
Bunga anggrek bulan tersusun dalam suatu rangkaian yang berbentuk tandan bercabang. Bunga anggrek bulan juga memilki tangkai
bunga yang panjangnya bervariasi, yaitu antara 15 cm sampai dengan z100 cm. Bunga anggrek juga memiliki
jumlah bunga yang cukup bervariasi, yaitu 3 hingga 25 buah atau lebih. Bunga
anggrek bulan memiliki 3 sepal daun bunga atau calyx, 3 petal daun mahkota
bunga atau corolla, dan 1 putik dan benang sari yang menyatu atau disebut
dengan gynostenium. Calyx yang dimiliki oleh bunga anggrek ini berbentuk lanset
dengan ujungnya yang sedikit runcing. Bagian daun mahkota atau corolla
berbentuk lingkaran dan lebar, dengan pangkal yang berukuran kecil dan ujungnya
yang tumpul. Satu helai daun mahkota pada bunga anggrek bulan berubah bentuk
dan fungsi menjadi bibir bunga yang memiliki taju sebanyak tiga helai dan
kecil. Warna dari bunga anggrek bulan sangat bervariasi, yaitu putih, putih
kekuningan, merah, ungu, dan kombinasi (Rukmana, 2000). Tangkai bunga anggrek
bulan terkadang bercabang, berbentuk silindris, dan berdiameter 2 sampai 3 mm.
Bunga ini memiliki wujud yang sangat indah dengan diameter 5 sampai dengan 10
cm dan jika telah merekah akan berbentuk bulat penuh sehingga terlihat seperti
bulan (Iswanto, 2005).
Bunga
anggrek bulan memiliki buah yang berbentuk jorong dan bergaris dan memiliki
panjang hingga 10 cm atau lebih. Jenis buah yang masih muda berwarna hijau dan
saat matang menjadi kecoklatan dan kering. Jika buah yang telah tua ini
dibelah, maka terdapat suatu lapisan seperti kapas yang terdapat biji bunga
ini. Biji yang dimiliki oleh bunga ini mirip seperti tepung dan berwarna kuning
dan kecoklatan. Bagian biji ini tidak mengandung bahan makanan apapun sehingga
perlu tumbuh dalam medium agar dapat digunakan sebagai bahan perkembangbiakan
secara generative (Rukmana, 2000). Buah anggrek bulan berbentuk capsular yang
berbelah enam dan jika telah matang akan merekah. Biji
dari anggrek bulan kecil sekali dan terdapat ribuan biji. Biji ini tidak mengandung
endosperma atau cadangan makanan sehingga sangat perlu kontribusi dari mikroriza agar senantiasa hidup dan
dapat menghasilkan makanan (Wagiman & Sitanggang 2007).
(Rukmana, 2000), (Wagiman & Sitanggang,
2007), (Iswanto, 2005) &
(Wang & Chang, 2017).
Gambar 2. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) (a) bunga, (b) habitus (dalam pot), (c) akar, (d) daun, (e) biji, (f) buah.
b. Habitat
dan Distribusi
Tumbuhan
anggrek bulan memiliki habitat asli di hutan hujan tropis yang teduh dan
lingkungannya lembap. Persebaran atau distribusi dari anggrek bulan sangat
luas, yaitu Sumatra Barat, Pulau Jawa, Kalimantan, Brunei Darussalam, dan
Sabah. Anggrek bulan juga dapat ditemukan di Filipina yang disebut sebagai
anggrek yang mirip kupu-kupu, yaitu di Kepulauan Mindanau bagian selatan. Bunga
anggrek bulan juga dapat ditemukan di bagian timur Indonesia, yaitu di Bali,
Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua Nugini. Selain itu, bunga anggrek bulan
dapat ditemukan di Kepulauan Bismarck, Pulau Britania Baru, dan Irlandia Baru
di bagian Lautan Pasifik. Bunga ini juga dapat tumbuh di Australia, yaitu di
Queensland Utara. Anggrek bulan dapat tumbuh secara optimal di dataran rendah
sampai ketinggian 700 m dpl (Iswanto, 2005).
c. Kegunaan
atau Peranan
Tanaman
Phalaenopsis amabilis memiliki banyak manfaat atau peran, yaitu sebagai pot
plant dan bunga potong. Bunga ini dapat dimanfaatkan sebagai penghias ruangan
(Angkasa, 2018). Selain itu, bunga anggrek bulan juga dapat dimanfaatkan
sebagai obat herbal. Bunga ini merupakan tanaman rumah sehingga semua orang
dapat menanam bunga ini. Kita dapat menanam bunga ini tanpa harus memiliki
lahan atau tempat khusus untuk memelihara bunga tersebut (Junaedhie, 2014).
d. Klasifikasi
Klasifikasi dari anggrek bulan atau Phalaenopsis amabilis L. adalah (Rukmana, 2000).
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Anguospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Orchidales
Famili : Orchidaceae
Genus : Phalaenopsis
Spesies : Phalaenopsis amabilis L.
e. Referensi
Angkasa, S. 2018. Cara
Agar Anggrek Bulan Rajin Berbunga. PT Tribus Swadaya. Depok.
Iswanto, H. 2005.
Merawat dan Membungakan Anggrek Phalaenopsis. PT AgroMedia Pustaka. Depok
Junaedhie, K. 2014.
Membuat Anggrek Pasti Berbunga. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Rukmana, R. 2000.
Budidaya Anggrek Bulan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Wagiman&M.
Sitanggang. 2007. Menanam dan Membungakan Anggrek di Pekarangan Rumah. PT
AgroMedia. Depok.
Wang, Yin-Tung&Y.
A. Chang. 2017. Effects of Nitrogen and the Various Forms of Nitrogen on
Phalaenopsis Orchid. HoriTechnology 27(2): 144-149.




